PRINSIP “PANG PADA PAYU” PENYELESAIAN SENGKETA KREDIT MACET DIHUBUNGKAN DENGAN ABIRTASE SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN HUKUKUM EKONOMI INDONESIA
I. NYOMAN BUDIARNA
ABSTRACT
Conflict is always part
of the way of life and that includes the bussines sociey. All a long there
lifes, human, reltron art always colour with conflict. In the tradisional
society conflict sometimes where solvet not in a peacefull ways. Modern society
most of the time solves their problem peacefully with the help of a neutral
thrid party. Yudicial court is facilitated by the government to solve conflict
between to conflicting paties in a certain society, because the need to solve
conflict in one sociats is different from the other. Generqaly bussines people
wants a quick solution, in a closed courts by judge who understand the subtanse
of the problem related to the conflict. For them the way out tought judicial
courts is not effecient and full of shortcomings. And with these shortcoming
they do not know when there will be settlement because all depend on the
judicial bearucracy.
PENDAHULUAN
Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa salah satu tujuan pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia ialah memajukan kesejahteraan umum. Pembenahan
Sistem dan Politik Hukum merupakan salah satu prioritas dalam PP No. 7 Th. 2005
tentang RPJMN yang merupakan pengejawatan dari Amandemen Ketiga UUD 1945 Pasal
1 ayat (3) bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Artinya Negara
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), tidak berdasar atas
kekuasaan (machtstaat), dan pemerintah berdasarkan sistem kontisusi (hukum
dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai konsekuensi
dari pasal tersebut ada tiga prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga
negara yaitu supermasi hkum, kesetaraan di hadapan hukum, dan penengakan hukum
dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.
Industri perbankan merupakan
komponen penting sebagai pendukung dan penggerak sektor rill. Oleh karenanya,
kebijakan di sektor perbankan akan berpengaruh dan memiliki implikasi terhadap
pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Prinsip “Pang Pada
Payu”adalah bentuk prinsip yang dianut oleh masyarakat Hindu di Bali dasn
prinsip inilah yang melandasi setiap kegiatan manajemen PT.Bank Sinar Harapan
Bali, yaitu dengan cara penerapan prinsip saling memberi dan menerima
(Resiprositas) sepanjang telah menjadi satu kesatuan untuk kemajuan bersama.
Ini adalah salah satu cara menyelesaikan sengketa kredit macet dengan
menghormati dan memperkuat kearifan dari hukum adat yang bersifat lokal untuk
memperkaya sistem hukum dan peraturan indonesia.
PEMBAHASAN
Perihal keuangan negara
memang mendapat perhatian cukup besar dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil
amandemen yakni dalam Bab VIII yang memuat antara lain ketentuan tentang Bank
Sentral yang independen dan susunan, kedudukan dan kewenangannya ditentukan
oleh undang-undang. Sehubungan dengan itu maka UU No. 23 Tahun 1999 dan yang
dipertahankan dalam UU No. 3 Tahun 2004 telah menetapkan bahwa Bank Indonesia
adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
Bank Indonesia sebagai
bank sentral berwenang untuk membuat peraturan agar perbankan menjadi selalu
sehat. Bank Indonesia juga mendapat tekanan dari lembaga pengatur perbankan
internasional yakni Basel Committee on Banking Supervision karena ketentuan
Bank Sentral Dunia juga masih memberikan berbagai kelonggaran untuk
menyesuaikan dengan kondisi setempat. Industri perbankan memiliki peran yang
begitu besar dan dominan dalam sistem keuangan suatu negara.
Salah satu penyebab utama
terjadinya krisis perbankan adalah karena sangat kurangnya penerapan good
corporate governance yang bukan saja pada industri perbankan, akan tetapi juga
pada sektor swasta lainnya dan sektor pemerintahan, termasuk Bank Indonesia.
Oleh karena itu, untuk
melakukan program restrukturasi perbankan sekarang ini setidak-tidaknya
terdapat dua hal yang harus dilakukan. Pertama, penyelesaian aset bermasalah,
dan Kedua, mengupayakan terciptanya good
corporate governance.
Dalam rangka menciptakan
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia salah satu cara yaitu dengan menciptakan
dan memberikan pelayanan di bidang keuangan. Kenyataannya, fasilitas dan
pelayanan perbankan hanya terkonsentrasi di perkotaan sedangkan masyarakat di
pedesaan tidak tersentuh, sehingga menimbulkan kesenjangan antara kota dan
desa.
Di dalam melaksanakan
fungsinya, perbankan mengalami masalah kredit macet. Sengketa kredit macet
adalah bagian dari kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank. Setiap bank pasti
mengharapkan tidak pernah mengalami kredit bermasalah, namun harapan tersebut
tidak mungkin terjadi, karena setiap bank pasti menghadapi kredit bermasalah
kecuali bagi bank-bank yang baru berdiri.
Arbitrase di Indonesia
mempunyai sejarah yang panjang. Hal ini disebabkan karena arbitrase sudah
dikenal dalam peraturan perundang-undangan sejak berlakunya Kitab UU Hukum
Acara Perdata Belanda di Indonesia. Sejarah perkembangan arbitrase di Indonesia
mendapat momentumnya dengan terbentuknya Badan Arbitrase Nasional pada tanggal
3 Desember 1977.
KESIMPULAN
Bank tidak mungkin
terhindar dari kredit bermasalah. Kredit yang bermasalah merupakan penyebab
kesulitan terhadap bank itu sendiri, yaitu berupa kesulitan terutama yang
menyangkut tingkat kesehatan bank itu sendiri, oleh karena itu bank wajib
menghindarkan diri dari kredit bermasalah atau kredit macet.
Hal yang diperhatikan
dalam kebijakan penanganan kredit bermasalah di antaranya adalah masalh administrasi
kredit, kredit yang perlu mendapat perhatian khusus yaitu perlakuan terhadap
kredit yang tunggakan bunganya dikapitalisir ( kredit plafondering ).
Pemilihan arbitrase untuk
penyelesaian sengketa kredit macet antara kreditur dan debitur pada lembaga
keuangan atau bank karena arbitrase ternyata memiliki beberapa kelebihan dan
kemudahan.
Manfaat penyelesaian
utang piutang dilingkungan masyarakat Hindu di Bali yang di selesaikan dengan
prinsip “Pang Pada Payu” sangat besar pengaruhnya terhadap penyelesaian
sengketa kredit macet pada Lembaga Pengkreditan Desa di Bali, mengingat
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya.
Dengan demikian, apabila
prinsip “Pang Pada Payu” dapat dijadikan peraturan Lembaga Perkreditan Desa yang
dikeluarkan oleh BPD Bali sebagai pembina dan pengawasnya, dan peraturan ini
bernaung dibawah payung hukum UU Nomor 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, dengan
model Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/8/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan ,
dan model ini diakui sebagai model penyelesaian sengketa yang mengedepankan
pencapaian keadilan dengan pendekatan konsensus dan mendasarkan pada
kepentingan para pihak dalam rangka mencapai win-win solution, maka upaya
pengembangan Hukum Ekonomi Indonesia dapat diwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar 1945,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sekretariat Jenderal MPR RI
2002 (Hasil Amandemen dan Proses Amandemen Secara Lengkap Pertama 1999 –
Keempat 2002), Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2002, hal. 59
Peraturan Presiden Nomor
7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 –
2009, hal. 85
Zulkarnaen Sitompul,
Ibid, hal. 2 (Lihat Gillian G. Garcia (1), “Protecting Bank Deposits”, IMF,
Economic Issue No. 9, 1997, hal. 1)
Yunus Husein, Rahasia
Bank Privasi Versus Kepentingan Umum, Jakarta : FH – UI Pascasarjana, 2003,
hal. 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar