selamat datang

Senin, 04 Juni 2012

*Review Jurnal Pengertian Hukum Dan Hukum Ekonomi


PRINSIP “PANG PADA PAYU” PENYELESAIAN SENGKETA KREDIT MACET DIHUBUNGKAN DENGAN ABIRTASE SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN HUKUKUM EKONOMI INDONESIA

I. NYOMAN BUDIARNA

ABSTRACT

Conflict is always part of the way of life and that includes the bussines sociey. All a long there lifes, human, reltron art always colour with conflict. In the tradisional society conflict sometimes where solvet not in a peacefull ways. Modern society most of the time solves their problem peacefully with the help of a neutral thrid party. Yudicial court is facilitated by the government to solve conflict between to conflicting paties in a certain society, because the need to solve conflict in one sociats is different from the other. Generqaly bussines people wants a quick solution, in a closed courts by judge who understand the subtanse of the problem related to the conflict. For them the way out tought judicial courts is not effecient and full of shortcomings. And with these shortcoming they do not know when there will be settlement because all depend on the judicial bearucracy.

PENDAHULUAN

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa salah satu tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah memajukan kesejahteraan umum. Pembenahan Sistem dan Politik Hukum merupakan salah satu prioritas dalam PP No. 7 Th. 2005 tentang RPJMN yang merupakan pengejawatan dari Amandemen Ketiga UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Artinya Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), tidak berdasar atas kekuasaan (machtstaat), dan pemerintah berdasarkan sistem kontisusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai konsekuensi dari pasal tersebut ada tiga prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu supermasi hkum, kesetaraan di hadapan hukum, dan penengakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.
Industri perbankan merupakan komponen penting sebagai pendukung dan penggerak sektor rill. Oleh karenanya, kebijakan di sektor perbankan akan berpengaruh dan memiliki implikasi terhadap pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Prinsip “Pang Pada Payu”adalah bentuk prinsip yang dianut oleh masyarakat Hindu di Bali dasn prinsip inilah yang melandasi setiap kegiatan manajemen PT.Bank Sinar Harapan Bali, yaitu dengan cara penerapan prinsip saling memberi dan menerima (Resiprositas) sepanjang telah menjadi satu kesatuan untuk kemajuan bersama. Ini adalah salah satu cara menyelesaikan sengketa kredit macet dengan menghormati dan memperkuat kearifan dari hukum adat yang bersifat lokal untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan indonesia.

PEMBAHASAN

Perihal keuangan negara memang mendapat perhatian cukup besar dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yakni dalam Bab VIII yang memuat antara lain ketentuan tentang Bank Sentral yang independen dan susunan, kedudukan dan kewenangannya ditentukan oleh undang-undang. Sehubungan dengan itu maka UU No. 23 Tahun 1999 dan yang dipertahankan dalam UU No. 3 Tahun 2004 telah menetapkan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
Bank Indonesia sebagai bank sentral berwenang untuk membuat peraturan agar perbankan menjadi selalu sehat. Bank Indonesia juga mendapat tekanan dari lembaga pengatur perbankan internasional yakni Basel Committee on Banking Supervision karena ketentuan Bank Sentral Dunia juga masih memberikan berbagai kelonggaran untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat. Industri perbankan memiliki peran yang begitu besar dan dominan dalam sistem keuangan suatu negara.
Salah satu penyebab utama terjadinya krisis perbankan adalah karena sangat kurangnya penerapan good corporate governance yang bukan saja pada industri perbankan, akan tetapi juga pada sektor swasta lainnya dan sektor pemerintahan, termasuk Bank Indonesia.
Oleh karena itu, untuk melakukan program restrukturasi perbankan sekarang ini setidak-tidaknya terdapat dua hal yang harus dilakukan. Pertama, penyelesaian aset bermasalah, dan Kedua, mengupayakan terciptanya  good corporate governance.
Dalam rangka menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia salah satu cara yaitu dengan menciptakan dan memberikan pelayanan di bidang keuangan. Kenyataannya, fasilitas dan pelayanan perbankan hanya terkonsentrasi di perkotaan sedangkan masyarakat di pedesaan tidak tersentuh, sehingga menimbulkan kesenjangan antara kota dan desa.
Di dalam melaksanakan fungsinya, perbankan mengalami masalah kredit macet. Sengketa kredit macet adalah bagian dari kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank. Setiap bank pasti mengharapkan tidak pernah mengalami kredit bermasalah, namun harapan tersebut tidak mungkin terjadi, karena setiap bank pasti menghadapi kredit bermasalah kecuali bagi bank-bank yang baru berdiri.
Arbitrase di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang. Hal ini disebabkan karena arbitrase sudah dikenal dalam peraturan perundang-undangan sejak berlakunya Kitab UU Hukum Acara Perdata Belanda di Indonesia. Sejarah perkembangan arbitrase di Indonesia mendapat momentumnya dengan terbentuknya Badan Arbitrase Nasional pada tanggal 3 Desember 1977.

KESIMPULAN

Bank tidak mungkin terhindar dari kredit bermasalah. Kredit yang bermasalah merupakan penyebab kesulitan terhadap bank itu sendiri, yaitu berupa kesulitan terutama yang menyangkut tingkat kesehatan bank itu sendiri, oleh karena itu bank wajib menghindarkan diri dari kredit bermasalah atau kredit macet.
Hal yang diperhatikan dalam kebijakan penanganan kredit bermasalah di antaranya adalah masalh administrasi kredit, kredit yang perlu mendapat perhatian khusus yaitu perlakuan terhadap kredit yang tunggakan bunganya dikapitalisir ( kredit plafondering ).
Pemilihan arbitrase untuk penyelesaian sengketa kredit macet antara kreditur dan debitur pada lembaga keuangan atau bank karena arbitrase ternyata memiliki beberapa kelebihan dan kemudahan.
Manfaat penyelesaian utang piutang dilingkungan masyarakat Hindu di Bali yang di selesaikan dengan prinsip “Pang Pada Payu” sangat besar pengaruhnya terhadap penyelesaian sengketa kredit macet pada Lembaga Pengkreditan Desa di Bali, mengingat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya.
Dengan demikian, apabila prinsip “Pang Pada Payu” dapat dijadikan peraturan Lembaga Perkreditan Desa yang dikeluarkan oleh BPD Bali sebagai pembina dan pengawasnya, dan peraturan ini bernaung dibawah payung hukum UU Nomor 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan Alternatif  Penyelesaian Sengketa, dengan model Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/8/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan , dan model ini diakui sebagai model penyelesaian sengketa yang mengedepankan pencapaian keadilan dengan pendekatan konsensus dan mendasarkan pada kepentingan para pihak dalam rangka mencapai win-win solution, maka upaya pengembangan Hukum Ekonomi Indonesia dapat diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sekretariat Jenderal MPR RI 2002 (Hasil Amandemen dan Proses Amandemen Secara Lengkap Pertama 1999 – Keempat 2002), Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2002, hal. 59
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 – 2009, hal. 85
Zulkarnaen Sitompul, Ibid, hal. 2 (Lihat Gillian G. Garcia (1), “Protecting Bank Deposits”, IMF, Economic Issue No. 9, 1997, hal. 1)
Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum, Jakarta : FH – UI Pascasarjana, 2003, hal. 1


ANGGOTA KELOMPOK      :

         MIRA MEIDIANI (24210411)

v      VIRA AQMARINA SABILA (28210392)

         DORIYAH PANJAITAN (22210154)

         LUFY WAHYUNI (24210069)

         MUHAMAD NAUFAL ADAMI (24210771)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar